Jabariyah dan Qadariyah: Paham yang Tertolak Ushul Tauhid ~ Pusaka Madinah

burnzone

AD (728x60)

Jabariyah dan Qadariyah: Paham yang Tertolak Ushul Tauhid

"Sampaikan dariku walau satu ayat." [H.R. Bukhari]

Performa dan tampilan terbaik laman ini pada peramban Microsoft Edge. Khusus pengguna perangkat mobile: Apabila ada artikel yang tampilannya terpotong, silakan baca dalam mode landscape. Apabila masih terpotong, artinya artikel tersebut hanya nyaman dibaca via laptop atau PC.
landscape mode.

Jabariyah dan QadariyahJabariyah vs Qadariyah
[Pemegang buku Ilmu Sedikit untuk Segala²nya: Dasar-Dasar Tauhid Hakikisilakan buka lagi lampiran pada hlm. 386]




1. Jabariyah (Fatalisme)

Pemahaman Jabariyah menghilangkan perbuatan dari hamba secara hakikat dan menyandarkan semua perbuatan tersebut kepada Allâhﷻ. Paham jabariyah ini dapat kita wakilkan pada kalimat sederhana berikut:

"Segalanya bersumber dari Allâhﷻ, maka segala-galanya sudah serba Allâh semuanya. Maka segala perbuatan makhluk pun hakikatnya perbuatan Allâhﷻ."
😟

Salah satu dalil yang dipakai sebagai dalih:
"Tuhan menciptakan kamu apa yang kamu perbuat." (Q.S. Ash-Shaffat:96)

Ujung-ujungnya:
Perbuatan maksiat juga itu perbuatan Allâhﷻ. 😑

Padahal ada ayat ini:
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا
"Allâh mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya,sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya." (Q.S. As-Syam:8-10)

Kesalahpahaman kaum Jabariyah:
Padahal maksud Tauhidul Af`al Allâh (Keesaan Perbuatan Allâh) itu maksudnya bahwa segala sesuatu yang kita pandang, pikir, dan rasa itu, semuanya adalah hasil dari perbuatan Allâh mencipta. Bukan lalu disimpulkan perbuatan kita juga perbuatan Allâh. Di sinilah letak salah kaprahnya.


Contoh fatal:

Jabariyah Salah Kaprah
Orang ini menyembah Allâh melalui barang pusaka sebagai wakil perwujudan Allâh. Nauzubillahi min zalik!





2. Qadariyah (Kehendak Bebas) | Varian: Mu`tazilah

Pemahaman Qadariyah meyakini manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya (baik maupun buruk) tanpa keterlibatan Allâhﷻ sama sekali. Pemahaman qadariyah dapat kita wakilkan pada kalimat sederhana berikut:

"Allâh sudah menciptakan segalanya. Setelah itu Allâh "menganggur", tidak terlibat dengan segala perbuatan manusia. Yang taat masuk surga, yang maksiat masuk neraka." 😟

Salah satu dalil yang dipakai sebagai dalih:
“Kerjakanlah apa yang kamu kehendaki sesungguhnya Ia melihat apa yang kamu perbuat.” (Q.S. Al-Fuṣṣilat:40).

Padahal ada ayat ini:
يَسْأَلُهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ
"Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan." (Q.S. Ar-Raḥmān: 29).

Kesalahpahaman kaum Qadariyah/Mu'tazilah:
Dia mengangkat gelas lalu berkata, "Ini yang mengangkat gelas aku, bukan Allâh."

Kaum yang berpikir seperti ini lalai dan kufur nikmat sebab tidak disadarinya bahwa tangan dia bisa bergerak dan mengangkat gelas itu karena ada karunia Allâhﷻ berupa ruh sehingga jasad bisa bergerak.


Karunia ruhKalau tidak ada karunia Allâhﷻ berupa ruh pada jasad yang diciptakan dengan sebaik-baik bentuk (proporsional), tak-seorang pun sanggup mengangkat gelas sebuah atau sehelai kapas. Bahkan menggerakkan tangannya sendiri pun takkan sanggup.




3. Hubungan Tuhan-Hamba menurut Uṣul Tauhid


من عرف نفسه فقد عرف ربه
Barangsiapa mengenal dirinya,
kenallah ia akan Tuhannya.


[Baca juga: Penjelasan Kenal Diri, Kenal Tuhan.]


Perkataan `arif billāḥ itu tampaknya disalahpahami oleh para penggagas aliran Jabariyah maupun Qadariyah. Mereka pikir diri yang dimaksud di atas itu diri nafs (alias nafsu = ego = ke-aku-an = kehendak bebas).

Padahal yang dimaksud `arif billāḥ dengan perkataan itu adalah bahwa pada setiap manusia ada tiga diri, yaitu
1. diri ruh (Al-Insān:1, Al-Ḥijr:29. Al-A`rāf:172, Aż-Żariyāt:20-21),
2. diri nafs,
3. diri jasad,

dan yang wajib dikenal itu diri ruh sebab ruh ini Zat Allâh/Nūr Ilaḥi/Cahaya Tuhan yang diamanahkan pada bani Adam. Sebab melalui ruh inilah datangnya petunjuk Ilaḥi dan hanya melalui ruh jugalah untuk mengenal sebenar-benar Tuhan.


"Dan tidak ada dari seorang manusiapun bahwa Allah akan berbicara kepadanya, kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang hijab atau dengan mengutus seorang utusan lalu diwahyukan kepadanya dengan izinnya apa-apa yang dikehendakinya. Sesungguhnya dia maha tinggi dan maha bijaksana. Dan demikianlah kami wahyukan kepadamu ruh dari perintah kami. Sebelumnya kamu tidak mengetahui apakah kitab (Al-Quran) itu dan apakah iman itu, akan tetapi kami jadikan dia sebagai nur (cahaya). Kami memberi petunjuk dengan cahaya itu orang-orang yang kami kehendaki dari kalangan hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus, yaitu jalan Allah, yang kepunyaan-Nyalah apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. Ingatlah kepada Allahlah kembali segala urusan." (Q.S. Asy-Syura: 51-53).


Kalau hanya berfokus mengenal diri nafsu, jadilah kita kaum kebingungan seperti Jabariyah dan Qadariyah di atas. Pemahaman yang haq bercampur dengan yang batil sehingga tidak jelas lagi mana batas haq dan mana batas batil. Kalau hanya berfokus mengenal diri nafsu, paling jauh pahaman manusia hanya berujung pada surga dan neraka. Surga imbalan bagi nafsul muthmainah dan variannya, neraka ganjaran bagi nafsu lawwamah dan variannya. Padahal tujuan penciptaan itu untuk mengenal Allah, bukan untuk masuk surga--lolos neraka.

كنت كنزا مخفيا فأردت أن أُعْرَفَ فخلقت الخلق فبي عرفوني
“Aku adalah khazanah tersembunyi. Aku berkehendak untuk dikenal maka Kuciptakan makhluk sehingga dengan-Ku mereka mengenal-Ku.” (Hadis Qudsy)

"Orang yang menyembah surga, ia mendambakan kenikmatannya, bukan mengharap Penciptanya. Orang yang menyembah neraka, ia takut kepada neraka, bukan takut kepada Penciptanya."

— Syaikh Abdul Qadir al-Jailani dalam Kitab Faṭur Rabbani wal Faiḍur Raḥmāni


Orang Islam wafat dibacakan:
Inna lillāḥi wa inna ilaiḥi rāji`ūn.
Dari Allah kembali ke Allah.

bukan

Inna lillāḥi wa inna jannati rāji`ūn.
Dari Allah kembali ke surga. (Iya 'kan? 😄)


Itu sebabnya dalam tauhid hakiki, pahaman dan amalannya diarahkan agar kita ini hidup berdirikan ruh (sebagaimana teladan Rasulullâhﷺ), bukan berdirikan nafsu. Itu sebabnya dalam tauhid hakiki, ditekankan memahami dan mengamalkan diam-tafakur sebagai sebenar-benar rukun qalbi di dalam dan di luar ibadah syariat. *) diam-tafakur ini bukan diam-berhala seperti tapa, meditasi, semedi, meraga-sukma ya 🤪


Penutup

Jabariyah dan Qadariyah dikategorikan sebagai aliran filsafat dalam Islam. Padahal Islam itu agama, bukan filsafat. Islam itu agama, bukan teologi. Agama itu berdasarkan wahyu, sedangkan teologi berdasarkan filsafat ketuhanan. Sesepuh filsafat saja tahu bahwa agama itu berbeda dengan filsafat.

Kata Aristoteles, "Ada empat jalan menuju kebenaran, yaitu
1) agama,
2) filsafat,
3) ilmu pengetahuan, dan
4) sastra."



Aliran-aliran filsafat yang menyusup ke dalam akidah Islam inilah yang sering merusak pahaman makrifat yang berdasarkan wahyu. Aliran-aliran filsafat yang menyusup ke dalam akidah Islam inilah juga yang dijadikan senjata oleh kaum wahhabi-salafy-saudi untuk mengharamkan mendalami ilmu makrifat, padahal ilmu tauhid itu hukumnya fardu `ain (wajib prioritas) bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan yang sudah balig.

Pahaman-pahaman filsafat yang menyusup ke agama (Islam) tidak hanya dua macam. Namun, sengaja di sini disampaikan dua saja yang paling popular menjadi perdebatan dalam pembicaraan terkait akidah.

Allâhua'lam.



Repost 23 Apr 2015 22.52

Kolom komentar di bawah kami tutup agar pembahasannya terfokus di satu tempat. Jika ada pertanyaan dan/atau tanggapan terkait artikel ini, mari diskusikan bersama di page Pusaka Madinah — Tauhid Hakiki kita pada tautan berikut: Jabariyah dan Qadariyah: Paham yang Tertolak Ushul Tauhid

Jabariyah dan Qadariyah: Paham yang Tertolak Ushul Tauhid
Adam Troy Effendy
By Pusaka Madinah
Published: 2019-11-13T21:56:00+07:00
Jabariyah dan Qadariyah: Paham yang Tertolak Ushul Tauhid
5 411 reviews
Buku ISuS

Buku Ilmu Sedikit untuk Segala²nya

Sudah terbit buku untuk memudahkan Ikhwan/Akhwat memahami kajian tauhid hakiki yang termuat di situs ini secara lebih tersusun dari anak tangga pemahaman Islam yang paling dasar. Ikhwan yang berminat memiliki buku ini dapat menghubungi penerbitnya langsung di www.midaslearning.co.id

  • Untuk mengetahui seluk-beluk buku lebih komprehensif, lengkap dengan uraian per bab dan video garis besar kajian buku, silakan kunjungi landing page rekanan resmi kami di: www.bukutauhidhakiki.com
  • Untuk memesan buku dari rekanan resmi yang terdekat dengan kota Ikhwan/Akhwat, silakan kunjungi tautan ini: "Kami di Kota Anda".
"Sampaikan dariku walau satu ayat." [H.R. Bukhari]
Tags: ,
admin Pusaka Madinah

Pusaka Madinah adalah sebutan untuk ilmu, amal, dan muanayah tauhid hakiki yang menjelaskan sinergi syariat, tarikat, hakikat, dan makrifat dari kalangan khawwasul khawwas yang disampaikan oleh Mursyid, K.H. Undang bin K.H. Sirad bin K.H. Yahya dengan sanad aly sebagai berikut: (1) Nabi Muhammad Rasulullah Saw., (2) Nabi Khidir a.s., (3) Abdul Aziz ad-Dabarq, (4) Abdul Wahab at-Tazi, (5) Ahmad bin Idris, (6) Muhammad Sanusi, (7) Muhammad Mahdi, dan (8) Muhammad Idris.

 

Barangsiapa menghendaki kebaikan bagi dirinya, niscaya dia mengambil jalan kepada Tuhannya. (Q.S. Al-Insan:29)

Copyright © Pusaka Madinah| Peta Situs | Designed by Templateism