Tawassul yang Memantul ~ Pusaka Madinah

burnzone

AD (728x60)

Tawassul yang Memantul

"Sampaikan dariku walau satu ayat." [H.R. Bukhari]

Performa dan tampilan terbaik laman ini pada peramban Microsoft Edge. Khusus pengguna perangkat mobile: Apabila ada artikel yang tampilannya terpotong, silakan baca dalam mode landscape. Apabila masih terpotong, artinya artikel tersebut hanya nyaman dibaca via laptop atau PC.
landscape mode.

Moyang kita, Nabi Adam alaihissalaam, hanya memandang dua nama di tiang Arsy, yaitu Allâh dan Muḥammad. Pertaubatan moyang kita (Nabi Adam a.s. tercinta) dahulu kala diterima setelah beliau menyertakan nama Muḥammad dalam permohonan kepada-Nya. Ini artinya apa?

Ini artinya tawassul itu hanya melalui pribadi Muḥammad.
Ini artinya wasilah itu hanya pribadi Muḥammad.
Ini artinya Muhammad-lah jembatanmu menuju Tuhan.

Tanpa Muḥammad mau melompat langsung ke Tuhan? Masuk juranglah kamu.

Di Quran Allâhﷻ dan para malaikat berselawat atas Nabi.
Maksud Tuhan "merendahkan Diri-Nya" ini apa?
Agar umat Muḥammad paham, tanpa Muḥammad takkan sampai pada-Nya.« karena memang begitulah prosedur yang dikehendaki-Nya.
Tuhan sampai "merendahkan Diri-Nya" demi kamu selamat dengan Muhammad. Kurang Rahman-Rahim bagaimana lagi Allâh itu?


□□□□□□□□□□□□□□□□□□□□□□□□□□

Islam tegak dengan keesaan akidah dan syariah.
Diri manusia hidup dengan keesaan jasmani dan ruhani.

Detik ini pun kamu tidak bisa menentukan mana batas-antara jasad dan ruhmu. Itulah bukti jasad dan ruh itu esa.

Islam: esa akidah dan syariah.
Kamu: esa ruh dan jasad.
Itulah Islam agama fitrah bagi kamu, manusia.

Maka sebenar manusia Islam itu yang bagaimana?
Yaitu yang dalam ibadahnya jasmani dan ruhani esa.

Maka sebenar manusia Islam itu yang bagaimana?

Yaitu yang meneladani moyangnya, Adam Alaihissalam, dalam bermohon. Maka adalah konsep tawassul.

Tawassul yang sahih itu jasmani dan ruhani esa:
● Secara jasmani:
Kamu mengucap selawat dan salam atas Nabiﷺ.

● Secara ruhani:
Ketika kamu membaca bacaan selawat itu, kamu pakai rukun qalbi salat. Diam pikiran dan perasaan. Hati diam-sediam-diamnya.

Kalau sudah klop esa secara jasmani dan ruhani:
Barulah Rasulullâhﷺ menoleh padamu. Mustahil Rasulullâhﷺ tidak menoleh dan membalas sapaan ini, apalagi malaikat pun memberi tahu, "Itu ada Fulan bin Fulan menyapamu, wahai Rasulullâh.

Dikenalilah kamu oleh Rasulullah, lengkap dengan nama bapakmu sekalian: Fulan bin Fulan.

Allâh Yang Mahatahu tersenyum, "Ada yang mengontak ajudan-Ku untuk sampai pada-Ku."

وَلَوْلآ مُحَمَّدٌ مَا خَلَقْتُ آدَمَ وَلآ الجَنَّةَ وَلآ النَّـارَ
‘Kalau bukan karena Muḥammad, tidak Ku-ciptakan Adam, surga, dan neraka.’ [H.R. Ibnu Abbas]

Kalau mengetuk pintu Nabi tidak dengan esa jasmani dan ruhani, sama dengan kamu teriak-teriak tak pakai adab di depan pintu. Paling-paling dianggap orang mabuk atau orang gila. Macam mana dibalas sapa dan salammu?

Jadi tawassul yang utama itu hanya pada Muḥammad.
Tidak perlu berliku pada selain pribadi Muḥammad.

□□□□□□□□□□□□□□□□□□□□□□□□□□

Di pengajian Tauhid Hakiki Pusaka Madinah (Tariqatul Muhammadiyah), saya gak pernah bertawassul bawa-bawa nama Undang Sirad. Sebab Undang Sirad pun tidak mengajarkan begitu. Yang diajarkan Undang Sirad: Selawat ya selawat saja. Tawassul ya ke Nabiﷺ saja.

○ Justru dengan begitu,
Rasulullâhﷺ tahu, kamu mendapat pelajaran Islam yang bersih, sahih, dan tepat-sampai ke tujuan.

○ Justru dengan begitu,
Rasulullâhﷺ semakin akrab dengan gurumu dan gurumu semakin bahagia di sana.

Jadi sebenarnya,
tawassul tidak perlu menyebut dari nama gurumu yang sekarang sampaaaaai berkilo-kilometer tawassul ke guru yang entah kamu kenal-entah tidak. Sehebat-hebat gurumu, tetap tidak ada namanya tertoreh di tiang Arsy. Yang berliku-liku, sulit sampai dan belum tentu sampai.

Apalagi jika baca zikir-zikir dan selawat ditambah sambil membayang-bayangkan wajah mursyid. ← sandarannya dari mana beginian?

Baiklah kalau kamu anggap tawassul menyertakan berkilo-kilo nama guru-guru mulia itu sebagai adab (padahal sebenarnya menempatkan adab pada guru itu bisa di tempat selain tawassul). Baiklah kalau kamu pandang ini hanyalah masalah khilafiyah. Ya, terserah saja tak-mengapa.

Hanya hendak sampaikan pertimbangan:
Jasmani dan ruhanimu sudah esa.
Mengapa dalam tawassul kamu ceraikan lagi dengan yang selain kamu?

Baca saja selawat dengan esa jasmani-ruhanimu,
mustahil tidak sampai. Mustahil Rasulullâhﷺ tidak menoleh.

Mursyid yang benar, pasti tahu benar soal ini.


———————————
Repost dari status pada 22 Mei 2017 15.12 dengan judul asli "Sahihnya Tawassul: Sapaan Berbalas Toleh".


Tawassul yang Memantul

Kolom komentar di bawah kami tutup agar pembahasannya terfokus di satu tempat. Jika ada pertanyaan dan/atau tanggapan terkait artikel ini, mari diskusikan bersama di page Pusaka Madinah — Tauhid Hakiki kita pada tautan berikut: Tawassul yang Memantul

Tawassul yang Memantul
Adam Troy Effendy
By Pusaka Madinah
Published: 2019-10-30T05:15:00+07:00
Tawassul yang Memantul
5 411 reviews
Buku ISuS

Buku Ilmu Sedikit untuk Segala²nya

Sudah terbit buku untuk memudahkan Ikhwan/Akhwat memahami kajian tauhid hakiki yang termuat di situs ini secara lebih tersusun dari anak tangga pemahaman Islam yang paling dasar. Ikhwan yang berminat memiliki buku ini dapat menghubungi penerbitnya langsung di www.midaslearning.co.id

  • Untuk mengetahui seluk-beluk buku lebih komprehensif, lengkap dengan uraian per bab dan video garis besar kajian buku, silakan kunjungi landing page rekanan resmi kami di: www.bukutauhidhakiki.com
  • Untuk memesan buku dari rekanan resmi yang terdekat dengan kota Ikhwan/Akhwat, silakan kunjungi tautan ini: "Kami di Kota Anda".
"Sampaikan dariku walau satu ayat." [H.R. Bukhari]
Tags:
admin Pusaka Madinah

Pusaka Madinah adalah sebutan untuk ilmu, amal, dan muanayah tauhid hakiki yang menjelaskan sinergi syariat, tarikat, hakikat, dan makrifat dari kalangan khawwasul khawwas yang disampaikan oleh Mursyid, K.H. Undang bin K.H. Sirad bin K.H. Yahya dengan sanad aly sebagai berikut: (1) Nabi Muhammad Rasulullah Saw., (2) Nabi Khidir a.s., (3) Abdul Aziz ad-Dabarq, (4) Abdul Wahab at-Tazi, (5) Ahmad bin Idris, (6) Muhammad Sanusi, (7) Muhammad Mahdi, dan (8) Muhammad Idris.

 

Barangsiapa menghendaki kebaikan bagi dirinya, niscaya dia mengambil jalan kepada Tuhannya. (Q.S. Al-Insan:29)

Copyright © Pusaka Madinah| Peta Situs | Designed by Templateism