Allâh Bukan Berupa Zat ~ Pusaka Madinah

burnzone

AD (728x60)

Allâh Bukan Berupa Zat

"Sampaikan dariku walau satu ayat." [H.R. Bukhari]

Performa dan tampilan terbaik laman ini pada peramban Microsoft Edge. Khusus pengguna perangkat mobile: Apabila ada artikel yang tampilannya terpotong, silakan baca dalam mode landscape. Apabila masih terpotong, artinya artikel tersebut hanya nyaman dibaca via laptop atau PC.
landscape mode.


Allah bukan ZatNūrun `ala nūrin



Sudah bukan rahasia lagi betapa sebagian besar umat Islam dalam keyakinannya berpandangan bahwa Allâḥﷻ itu Zat Yang Mahatinggi. Hal ini sering kita dapati dalam wacana-wacana keislaman, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Padahal Allâḥﷻ itu Pencipta sekalian zat, Allâḥﷻ itu Pencipta sekalian yang ber-zat, tentu Allâḥﷻ bukan berupa Zat. 


==================
LANDASAN ARGUMENTASI 1:
ALLÂḤ TIDAK PERNAH DISEBUT ZAT DALAM SEISI QURAN 30 JUZ
==================

Setelah kami telusuri pangkal kesalahpahaman ini, kami dapati pemahaman "Allâḥ berupa Zat" berawal dari terjemahan-terjemahan hadis yang sudah telanjur diterima begitu saja oleh umat. Bukan isi hadisnya yang bermasalah sehingga umat tersalah paham, melainkan terjemahan hadisnya yang bermasalah. Salah satu contohnya sudah terpampang pada gambar artikel ini.


Transliterasi tulisan Arab hadis di atas adalah 
"Wallazī nafsu Muhammadin biyadihi...dst."
bukan
"Wa bizāti nafsu Muhammadin biyadihi...dst."

Frasa "wallazī" terkait dengan kata "allazi" yang mengacu pada kata ganti subjek yang tidak disebutkan secara langsung. Contohnya ada pada Surah Al-A`la:

 (سَبِّحِ ٱسۡمَ رَبِّكَ ٱلۡأَعۡلَى (١) ٱلَّذِى خَلَقَ فَسَوَّىٰ (٢) وَٱلَّذِى قَدَّرَ فَهَدَىٰ (٣
Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi, (1) Yang (allazī) menciptakan dan menyempurnakan [penciptaan-Nya], (2) dan yang (wallazī) menentukan kadar [masing-masing] dan memberi petunjuk, (3) dan yang (wallazī) menumbuhkan rumput-rumputan,...(4)

Jelaslah di sini terjemahan yang benar atas contoh hadis pada gambar itu bukan begini:
"Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya,... dst."

Melainkan sebaiknya begini:
"Demi yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya,...dst

Atau lebih akurat lagi:
"Demi yang jiwa Muhammad berada dalam kekuasaan-Nya,...dst."

Masih belum yakin?
Bila perlu mari kita praktikkan pembuktian langsung bersama-sama. Silakan menuju situs²-web cari hadis online (misalnya Hadispedia.ID) dan masukkan dengan kata pencarian "demi Dzat". Akan ditemukan kesilafan cara penerjemahan hadis seperti dibahas di atas dan hasil analisisnya akan sama dengan yang baru saja kita bahas di sini.


==================
LANDASAN ARGUMENTASI 2:
ALLÂḤ PENCIPTA SEGALA ZAT, SIFAT, `ASMA (NAMA), AF`AL (PERBUATAN). BERARTI ALLÂḤ BUKAN BERUPA ZAT
==================

Segala sesuatu yang diciptaan Allâḥﷻ ber-zat, ber-sifat, ber-nama, dan ber-perbuatan. Maka pastikan Allâḥﷻ sama sekali bukan berupa zat, sifat, nama, dan perbuatan.

Apa sebab dikatkan demikian? Sebab ayat-ayat berikut ini.

  •  "Allâḥ menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat." (Q.S. As-Saffat:96) 
  • "Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia." (Q.S. Asy-Syura:11) 
  • "Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu." (Q.S. Al-An`am:164) 

Masih bingung? Coba cermati yang ini:

  • "rumah Allah" ← apakah artinya Allah itu berupa Rumah? 
  • "surga Allah" ← apakah artinya Allah itu berupa Surga?
  • "makhluk Allah" ← apakah artinya Allah itu makhluk??? 
  • "Zat Allah" ← apakah artinya Allah itu berupa Zat? 

Jawabnya: TENTU TIDAK DEMIKIAN DAN BUKAN SEDEMIKIAN. 


==================
LANDASAN ARGUMENTASI 3:
ALLÂḤ BUKAN BERUPA ZAT, MELAINKAN TUHAN SEKALIAN ZAT (RABBUL IZZATI)
==================

Rabbul Izzati makna hakikinya ialah 'Tuhan bagi sekalian Zat'.

Kata "Izzah" artinya kemuliaan, kehormatan, kekuatan. Salah satu `Asma sekaligus Sifat Allâḥ: ‘Al-Aziz’ (Maha Mulia, Maha Perkasa). Segala Sifat Kemuliaan; Kekuasaan itu ada pada Zat Allâḥ. 

Jika Zat-Nya saja sudah bersifat Mulia, tentu Allâḥﷻ terlebih Maha Mulia. Jika Zat-Nya saja sudah bersifat Meliputi, tentu Allâḥﷻ terlebih Maha Meliputi. Jika segala sifat-sifat yang mulia itu ada pada zat, maka makna Rabbul Izzati bukan hanya "Tuhan Yang Maha Mulia dan Maha Perkasa", melainkan Rabbul Izzati ini bermakna hakiki "Tuhan sekalian Zat." (← yang salah satu sifat Zat ini adalah Kemuliaan dan Kekuasaan"). 


==================
PENDAPAT LAIN DARI SISI ILMU BAHASA:
PENULISAN "DZAT" ITU UNTUK ALLAH, SEDANGKAN PENULISAN "ZAT" ITU UNTUK MAKHLUK (??)

==================

Saudaraku, tidak ada landasannya berfatwa demikian. Memang pengertian kata "zat" dalam ranah ilmu fisika-kimia (zat padat-cair-gas), berbeda dengan pengertian kata dalam ranah ilmu tauhid-makrifat. Akan tetapi, dalam hal penulisan, sebenarnya tidak ada pembedaan seperti itu. 

Begini duduk permasalahannya:
Kita tahu aksara (jenis tulisan) yang ada di dunia ini ada banyak, di antaranya aksara Arab, aksara Sanskerta, aksara Kanji (Cina-Jepang), aksara Latin, dll. (Contoh aksara Latin itu yang sekarang penulis pakai dalam artikel ini.). Nah, para ahli linguistik dan ahli pernaskahan (filologi) sedunia telah menyepakati sebuah rumusan baku dalam pemindah-aksaraan ( = transliterasi dari satu aksara ke aksara lain). Rumusan baku itu disebut International Phonetic Alphabet (IPA) atau alfabet fonetik internasional. Khususnya untuk fonetik aksara Arab, daftar lengkapnya ada di tautan wikipedia ini: Alih aksara Arab-Latin.

Guna rumusan baku IPA ini:
Siapa pun, orang mana pun: mau orang Indonesia, orang Zimbabwe, orang Prancis, orang Rusia, Cina, Korea, dll. yang paham cara membunyikan lambang-lambang bunyi tersebut, pasti tidak akan salah pelafalan ucapannya, pasti sama seperti cara orang Arab asli melafalkan bunyinya.



Allah bukan ZatStandar Alih-Aksara Internasional

Kembali ke urusan "Dzat" dan "Zat" tadi. Lihat ke pojok kanan-atas gambar artikel ini: simbol ð mewakili cara membunyikan huruf Arab ذ , sedangkan untuk menuliskan ذ ke huruf latin, ada tiga pilihan, yaitu dh, , atau z

Penulisan baku bunyi ذ misalnya: 

  • Bahasa Inggris: dhikr, dhikrullah, Adh-Dhariyat
  • Bahasa Indonesia: zikir, zikrullah, Az-Zariyat 

Maka yang penulisan yang baku (benar) itu 'Zat' bukan 'Dzat'. Silakan cek kamus atau tanya ke guru bahasa Indonesia, mana yang baku: 

  • Adzan atau Azan, pasti bentuk penulisan azan yang baku
  • Dzikir atau Zikir, pasti bentuk penulisan zikir yang baku 

Jadi, tidak benar dan tidak ada landasan (dalil)-nya membedakan penulisan "Dzat" khusus untuk Allâḥ, sedangakan menulis "zat" untuk makhluk. Jadi, mau ditujukan pada kepemilikan Allâḥ maupun pada makhluk, sama menuliskannya, pakai "z": Zat Allâḥ atau zat makhluk.


TENTANG ZAT ALLÂḤ

Dalam ilmu tauhid hakiki, ditetapkan bahwa yang disebut Zat Allâḥ itu mengacu pada Nūr Ilahi (Q.S. Nūr:35, Al-Fuṣṣilat:54, Asy-Syura:11, Al-Baqarah:115). Zat Allâḥ atau Nūr Ilahi ini juga mengacu pada ruh setiap bani Adam (Al-Ḥijr:29, Al-Insān:1, Aż-Żariyāt:20-21). Jadi Zat Allâḥ yang meliputi sekalian alam itu disebut Nūr Ilahi, sedangkan Zat Allâḥ yang ada pada diri manusia itu disebut ruh. 

Ruh dan Nūr Ilahi ini Zat Allâḥ yang sama, itu-itu juga, bukan berbeda. Ruh dan Nūr Ilahi ini esa, bukan becerai. Yang itu-itu juga, hanya yang pada manusia itu sebutannya ruh. (silakan cermati Q.S. Nūr:35, informasinya itu menunjukkan Nūr Ilahi itu meliputi "luar-dalam"). Zat Allâḥ bersifat Mahasuci, makanya yang ada pada manusia itu disebut Ruh al-Quds atau Ruhul Qudus, Ruh yang bersifat Mahasuci.

 فَإِذَا سَوَّيۡتُهُ ۥ وَنَفَخۡتُ فِيهِ مِن رُّوحِى فَقَعُواْ لَهُ ۥ سَـٰجِدِينَ
"Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh [ciptaan] Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud." (Al-Hijr: 29)
Allâḥ meniupkan ruh (Zat-Nya) pada jasad Adam. Jelas sekali Allâḥ itu bukan berupa Zat. 

"Allâḥ membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki." (Q.S. Nūr:35)
Apakah artinya Allâḥ = Nūr? Tentu tidak.

Zat Allâḥ = Nūr Ilahi = Cahaya Tuhan
Tuhan dengan Cahaya-Nya tentu Esa, tetapi tetap Cahaya Tuhan itu, bukan Tuhan. Tuhan bukan berupa Cahaya.

Zat Allâḥ = ruh (pada manusia). Allâḥ bukan berupa ruh. Pada manusia itu ada Zat Allâḥ, tapi manusia bukan Allâḥ. 


I'tibar untuk mendekatkan paham:
Matahari dengan cahayanya esa. Maksudnya esa, antara matahari dengan cahayanya tidak ada jarak-antara. Sebagaimana esanya ruh dan tubuh kita. Matahari dengan cahayanya esa, tapi tidak pernah seorang pun menyatakan sinar matahari yang memantul di dinding rumah itu sebagai matahari. Tetap orang akan memandangnya sebagai sinar/cahaya matahari.

Tubuh kita esa dengan ruh. Ruh ialah Nūr Ilahi/Zat Allâḥ/Cahaya Tuhan yang juga esa dengan Sang Pemilik Cahaya. Itulah sebab dikatakan kaum `arif billâḥ:

Mengaku diri Tuhan, kafir.
Tidak mengaku diri esa dengan Tuhan, kufur.
 

Allâḥ = ismu Zat, artinya nama bagi Zat, bukan `ismu-Rabb

  • "Tidak ada yang setara dengan Dia" (Al-Ikhlas:4) 
  • "Tidak ada yang seumpama dengan Dia." (Asy-Syura:11)

Kalau makhluk berupa zat-sifat-asma-af`al dan Tuhan juga berupa zat-sifat-`asma-af`al, berarti sama dan seumpama dong makhluk dan Tuhan? Kalau makhluk itu wujud zat-sifat-`asma-af'al Allâḥ, lalu Allâḥ itu wujuf zat-sifat-`asma-af'al siapa dong? Ada yang mendahului Allâḥ itu hil yang mustahal! 😄 

Tuhan tidak bernama, sebelum ada ciptaan, siapa yang mau menyebut-Nya Tuhan? Setiap makhluk punya nama, dari Pemberi Nama. Tuhan tidak ada yang memberi nama, kecuali Diri-Nya sendiri (itu pun untuk keperluan makhluk). Oleh sebab esa Tuhan dengan Nūr/Zat-Nya-lah Allâḥ menyebut Diri-Nya dengan sebutan Zat-nya, yaitu "Allah". Tapi tetap bahwa Tuhan itu bukan Zat. 


JIKA ALLÂḤ/TUHAN ITU BUKAN ZAT, MAKA APALAH ALLÂḤ ITU?
Maka Allâḥ atau Rabbul Izzati itu Zat-nya Zat. Terlebih Maha Meliputi, Terlebih Laysakamitslihi syaiun daripada Zat ciptaan-Nya. Zat-nya zat, berarti bukan zat.

Asah akal dengan pemikiran, bukan dengan batu canai.
Zat-Nya saja sudah bersifat tiada seumpama, apalagi Tuhan, Rabbul Izzati? Itu sebabnya ada hadis, "Jangan kau pikirkan tentang Zat Allâḥ," ← sebenarnya bukan tidak boleh, tetapi karena memang mustahil mengenal Zat degan menggunakan pikiran. Ini baru soal Zat-Nya, apalagi kalau mau memikirkan Tuhan sekalian Zat/Rabbul Izzati yang terlebih Maha Lasyakamitslihisyaiun

Untuk pemahaman dasar tentang yang disebut Zat, silakan cek artikel ini: Pahami Prinsip Zat dan Sifat dalam Tauhid agar Tidak Buta Dunia-Akhirat

Untuk pemahaman lanjutan tentang Zat Allâḥ, silakan cek artikel ini:
Tentang Zat Allâḥ

Allâḥ bukan berupa Zat, melainkan Allâḥ itu Tuhan sekalian yang ber-zat.
Demikian saudaraku seiman, perlu kita bersihkan pemahaman kita tentang Allâḥﷻ agar terhindar dari syirik khafi (syirik halus yang tidak disadari). Memandang Allâḥﷻ berupa Zat inilah salah satu contoh syirik khafi. Bisa jadi artikel ini dipandang orang sebagai artikel "kurang kerjaan" dan tidak penting-penting amat, padahal jelas sekali amanat surah al-Kahfi ayat terakhir:

 ( فَمَن كَانَ يَرۡجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلۡيَعۡمَلۡ عَمَلاً۬ صَـٰلِحً۬ا وَلَا يُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦۤ أَحَدَۢا (١١٠
"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadat kepada Tuhannya." (Al-Kahfi:110) 

Makna hakikinya:
Sudah berapa belas atau puluh tahun kita mengerjakan salat dalam keadaan tidak menyadari sudah menyekutukan Allâḥﷻ dengan Zat-Nya di dalam salat kita selama ini? Astagfitullâhalazīm

Jadi bagaimana mempraktikkan salat yang bersih dari syirik khafi itu?
Silakan buka tautan ini: Tips Salat Khusyuk Tauhidi

Jadi bagaiman mempraktikkan zikir/wirid yang bersih dari syirik itu?
Silakan buka tautan ini: Jalan Zikir yang Sampai ke Tuhan 


 ============= 

Jika pengetahuan seseorang baru sampai pada Af`al Allâḥ,
sampailah ia hanya pada Perbuatan-Perbuatan Allâḥ saja.
Jika pengetahuan seseorang baru sampai pada `Asma Allâḥ,
sampailah ia hanya pada Nama-Nama Allâḥ saja.
Jika pengetahuan seseorang baru sampai pada Sifat Allâḥ,
sampailah ia hanya pada Sifat-Sifat Allâḥ saja.
Jika pengetahuan seseorang baru sampai pada Zat Allâḥ,
sampailah ia hanya pada Zat Allâḥ saja.
Jika pengetahuan seseorang sampai ke Allâḥﷻ,
sampailah ia pada Allâḥﷻ. -- K.H. Undang Sirad -- 

"Kau ikut, aku tak-untung;
kau pergi, akut tak-rugi."
-- K.H. Undang Sirad -- 



Catatan:
Seluruh uraian ini juga dicantumkan juga sebagai lampiran buku Ilmu Sedikit untuk Segala²-nya: Dasar-Dasar Tauhid Hakiki pada halaman 375.

Allâh Bukan Berupa Zat
Adam Troy Effendy
By Pusaka Madinah
Published: 2022-04-25T02:15:00+07:00
Allâh Bukan Berupa Zat
5 411 reviews
Buku ISuS

Buku Ilmu Sedikit untuk Segala²nya

Sudah terbit buku untuk memudahkan Ikhwan/Akhwat memahami kajian tauhid hakiki yang termuat di situs ini secara lebih tersusun dari anak tangga pemahaman Islam yang paling dasar. Ikhwan yang berminat memiliki buku ini dapat menghubungi penerbitnya langsung di www.midaslearning.co.id

  • Untuk mengetahui seluk-beluk buku lebih komprehensif, lengkap dengan uraian per bab dan video garis besar kajian buku, silakan kunjungi landing page rekanan resmi kami di: www.bukutauhidhakiki.com
  • Untuk memesan buku dari rekanan resmi yang terdekat dengan kota Ikhwan/Akhwat, silakan kunjungi tautan ini: "Kami di Kota Anda".
"Sampaikan dariku walau satu ayat." [H.R. Bukhari]
Tags: ,
admin Pusaka Madinah

Pusaka Madinah adalah sebutan untuk ilmu, amal, dan muanayah tauhid hakiki yang menjelaskan sinergi syariat, tarikat, hakikat, dan makrifat dari kalangan khawwasul khawwas yang disampaikan oleh Mursyid, K.H. Undang bin K.H. Sirad bin K.H. Yahya dengan sanad aly sebagai berikut: (1) Nabi Muhammad Rasulullah Saw., (2) Nabi Khidir a.s., (3) Abdul Aziz ad-Dabarq, (4) Abdul Wahab at-Tazi, (5) Ahmad bin Idris, (6) Muhammad Sanusi, (7) Muhammad Mahdi, dan (8) Muhammad Idris.

 

Barangsiapa menghendaki kebaikan bagi dirinya, niscaya dia mengambil jalan kepada Tuhannya. (Q.S. Al-Insan:29)

Copyright © Pusaka Madinah| Peta Situs | Designed by Templateism