Babul Sirr: Jenis-Jenis Sirr Hati ~ Pusaka Madinah

burnzone

AD (728x60)

Babul Sirr: Jenis-Jenis Sirr Hati

"Sampaikan dariku walau satu ayat." [H.R. Bukhari]

Performa dan tampilan terbaik laman ini pada peramban Microsoft Edge. Khusus pengguna perangkat mobile: Apabila ada artikel yang tampilannya terpotong, silakan baca dalam mode landscape. Apabila masih terpotong, artinya artikel tersebut hanya nyaman dibaca via laptop atau PC.
landscape mode.


Sebelum ini:
Babul Sirr: Mukadimah
Tentang Rasa

Sirr terbagi empat, yaitu
1. sirr jasmani;
2. sirr ruhani;
3. sirr nurani;
4. sirr rabbani.

Sirr Jasmani mengetahui segala keadaan yang zahir. Dengan sirr jasmani, kita dapat mengetahui bahwa kopi itu pahit, gula itu manis, dan buah yang masih muda itu kecut. Dengan sirr jasmani, melihat orang yang bertopang dagu sambil murung, kita mengetahui bahwa orang itu sedang bersusah hati.

Sirr Ruhani mengetahui keadaan-keadaan yang tidak nyata/tampak pada segala yang nyata. Kita mengetahui  bentuk gula itu seperti pasir dan kita tahu rasa gula itu manis. Nah, bentuk rasa manis bagaimana? Kita tidak tahu bentuk rasa manis, tetapi kita tahu rasa itu ada. Perkataan seseorang dapat menunjukkan keriyaan, keujuban, bahkan sum`ah dan bid`ahnya orang itu.

Sirr Nurani mengetahui kekufuran dan kekafiran yang ada pada yang nyata. Sirr nurani inilah yang memberitahu bila seseorang itu bukan orang makrifat, bahkan justru pelaku kesesatan, meskipun pada zahir dan perkataanya dia mengaku makrifat, contohnya para spiritualis dan pelaku amal-amal kebatinan.

Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. [Q.S. Al-Baqarah: 8]

Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. [Q.S. Al-Baqarah: 11-12]


Sirr Rabbani dapat mengetahui apa yang akan diterima oleh seseorang. Sirr rabbani mengetahui apakah seseorang itu ahli neraka atau ahli surga.

Dia menurunkan Al Kitab [Al Qur’an] kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil, sebelum [Al Qur’an], menjadi petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan Al Furqaan*). Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat; dan Allah Maha Perkasa lagi mempunyai balasan [siksa]. Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak [pula] di langit. [Q.S. Al-Imran: 3-5]
*)Al-Furqaan:  kitab yang membedakan antara yang benar dan yang salah.


Sebelum sesuatu terjadi, orang yang Allah kehendaki meraih pandangan sirr rabbani ini dapat mengetahui akan terjadinya sesuatu. Oleh sebab itu, orang yang dengan sirr rabbani melarang keras orang-orang untuk mempercayai perkataan ahli nujum berupa ramalan kiamat maupun ramalan-ramalan lainnya.

Dan orang yang beriman itu berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa [bencana] seperti peristiwa kehancuran golongan yang bersekutu. [Yakni] seperti keadaan kaum Nuh, ’Aad, Tsamud dan orang-orang yang datang sesudah mereka.[Al-Mukmin:30-31]

Kita tahu Allah tidak bisa dilihat dengan mata-kepala, tetapi orang kasyaf rabbani nyata melihat Tuhan dalam bentuk laysa kamitslihi syai`un. Contoh: Kamu melihat pohon. Tuhan terlebih nyata lagi daripada yang kamu lihat itu, yaitu tidak sama dengan pohon. Jadi, yang dilihat nyata senyata-nyatanya itu ke-laysa kamitslihi syai`un-an-Nya.

Segala sesuatu bisa dipikir-pikir, ditasa-rasa, dikira-kira, diumpama-umpamakan, dan diukur-ukur. Kalau yang tidak sama dengan segala sesuatu, mana bisa dipikir-pikir, ditasa-rasa, dikira-kira, diumpama-umpamakan, dan diukur-ukur.

Kita diperintahkan mengenal Allah. Bagaimana Allah itu? Jauh tidak ada kesudahannya; dekat tidak bersentuh atau tidak ada antaranya. [Kalau bersentuh, artinya ada antaranya 'kan?!]

Tuhan menciptakan langit dan bumi beserta isi-isinya. Tahulah kita bentuk-bentuk yang diciptakan-Nya itu. Bentuk Tuhan bagaimana? Laysa kamitslihi syaiun [Q.S. Ash-Shura:11].

  • Segala sesuatu yang ber-rupa, pasti tidak sama dengan Tuhan. Laysa kamitslihi syaiun.
  • Segala sesuatu yang berada dalam arah mata angin, pasti tidak sama dengan Tuhan. Laysa kamitslihi syaiun.
  • Segala sesuatu yang menempati ruang, pasti tidak sama dengan Tuhan. Laysa kamitslihi syaiun.
  • Segala sesuatu yang berwarna dan berbau, pasti tidak sama dengan Tuhan. Laysa kamitslihi syaiun.
  • Maka tidak ada sesuatu pun bisa menyerupai Tuhan. Laysa kamitslihi syaiun.

Perlu kita sadari, Tuhan meng-ada-kan empat jenis muhaddas.
  • Tuhan mengadakan bentuk jirim, tentulah Tuhan tidak sama dengan jirim.
  • Tuhan mengadakan bentuk jisim, tentulah Tuhan tidak sama dengan jisim.
  • Tuhan mengadakan bentuk jawhar, tentulah Tuhan tidak sama dengan jawhar.
  • Tuhan mengadakan bentuk `arad, tentulah Tuhan tidak sama dengan 'arad.
Jadi pastikan bohong orang yang berkata dia mengamalkan sesuatu sehingga bisa melihat Tuhan. Jangan takut mengatakan orang itu pembohong. Sebab Tuhan itu bukan lafal, bukan lafazh, bukan zikir-zikir, bukan i`tikad-i`tikad.

Kalau sudah paham Tuhan itu laysa kamitslihi syai`un, putuskan keyakinan kita bahwa Tuhan itu ADA.
Wajib dalam fiqih: dikerjakan berpahala; ditinggalkan berdosa. Wajib dalam tauhid: Tuhan itu wajib ADA. Kalau ada orang tidak yakin Tuhan itu ADA; wajib kafir orang itu.

Maka di dalam hati kita, kalau sudah tahu Tuhan itu wajib ADA, jangan ada lagi di hati kita ini yang bukan Tuhan. Inilah hati yang khusyuk tawadhu.

Dalam tauhid, kalau sudah di dalam maqam sirr rabbani, hati merasakan ADAnya Tuhan. Tidak perlu lagi hati bekerja menghilang-hilangkan yang bukan Tuhan. Kalau dalam hati sudah hanya yang wajib ADA, perlu apa lagi menangkis-tangkis yang bukan Tuhan? Kalau dalam hati sudah hanya yang wajib ADA, perlu apa lagi meniada-tiadakan yang bukan Tuhan? Kalau kamu berbuat seperti itu, kalang kabutlah ibadah (salat, tafakur,  atau zikir)-mu.

Untuk khusyuk tawadhu, hati jangan bekerja lagi. Cukup yakinkan saja ADAnya Allah itu.
Ingat, diri manusia ini terdiri atas jasmani, ruhani, nurani, dan rabbani. Kalau manusia shalat, tentu jasmaninya juga salat, ruhaninya juga salat, nuraninya juga salat, rabbaninya juga salat.

Sudah ditunjukkan dalam fiqih oleh orang-orang syariat. Dalam salat itu betulkanlah berdiri, ruku, sujud, dan duduknya. Kata orang tauhid mendukung orang syariat, betulkanlah jasmani, ruhani, nurani, dan rabbani kamu. Barulah bernilai khusyuk tawadhu.

Makanya orang syariat berkata, "Awwalu bi niyat." Segala amal perbuatan musti mendahulukan niat. Orang tauhid mempraktikkan perkataan orang syariat itu dengan perkataan, "Kalau sudah karena Allah [lillaahi ta'ala], dari takbir sampai salam: Allah terus-lah. Mengapa mau ada lagi yang bukan Allah?
Inilah yang dikatakan, "Kalau sudah lillahi ta'ala, hati wajib konsekuen melaksanakan billahi ta`ala".

Dari aturan-aturan syariat inilah orang tauhid menyempurnakan jalan keyakinannya kepada Allah. Sesuailah dengan perkataan, "Iqrakum bil lisaani wa tasybikum bil qalbi." Apa yang diikrarkan dengan lidah, wajib diyakini oleh hati. Lidah mengikrarkan lillaahi ta`ala, hati meyakinkan billaahi ta`ala.

Kalau hati sudah billaahi ta`ala, sirr yang di dalam hati baqa billah dengan adanya Yang Baqa. Kalau Yang Baqa memandang hati, tentu hati baqa juga kepada Yang Memandang. Keselamatan inilah yang kita cari dunia-akhirat.

Jangan tahu menyebut "Allah" saja. Siapa yang disebut Allah dan siapa yang menyebut Allah? "Al-`abiduuna ma'buduun wahidun." Yang Menjadikan dan yang dijadikan satu. Satu ini maksudnya esa [compact], tidak mengenal dua.

Inilah jalan kesempurnaan dalam ibadah. Tunjukkanlah kesempurnaan ini kepada manusia supaya sempurna ibadahnya. Bukan yang ditunjukkan itu lelucon-lelucon saja agar manusia tertawa-tawa. Itu nafsu. Karena dalam tertawa-tawa itulah setan masuk. Contohnya pekikan, "Jama`aaaah!!" Apakah jemaah yang mendengar itu tuli? Apa maksudnya? Supaya lucu. Inilah bagi orang tauhid artinya setan menertawakan setan.

Kita tahu dari mana? Dari pandangan sirr nurani. Kalau sudah dari pandangan nurani, tidak mungkin bohong bahwa dia itu benar-benar ulama setan. Coba saja kalau dia berani menyangkal perkataan ini. Tunggu saja seminggu. Akan ada bala pada orang itu kalau dia berani menyangkal. Mustahil sirr nurani itu bohong. Cobalah, sudah banyak orang mendengar ceramah, bukan untuk mendapat keyakinan akidah, malah untuk hiburan mencari bahan tertawa-tawa.

- Syaikh Siradj -


Babul Sirr: Jenis-Jenis Sirr Hati
Adam Troy Effendy
By Pusaka Madinah
Published: 2013-02-02T05:58:00+07:00
Babul Sirr: Jenis-Jenis Sirr Hati
5 411 reviews
Buku ISuS

Buku Ilmu Sedikit untuk Segala²nya

Sudah terbit buku untuk memudahkan Ikhwan/Akhwat memahami kajian tauhid hakiki yang termuat di situs ini secara lebih tersusun dari anak tangga pemahaman Islam yang paling dasar. Ikhwan yang berminat memiliki buku ini dapat menghubungi penerbitnya langsung di www.midaslearning.co.id

  • Untuk mengetahui seluk-beluk buku lebih komprehensif, lengkap dengan uraian per bab dan video garis besar kajian buku, silakan kunjungi landing page rekanan resmi kami di: www.bukutauhidhakiki.com
  • Untuk memesan buku dari rekanan resmi yang terdekat dengan kota Ikhwan/Akhwat, silakan kunjungi tautan ini: "Kami di Kota Anda".
"Sampaikan dariku walau satu ayat." [H.R. Bukhari]
Tags: , , ,
admin Pusaka Madinah

Pusaka Madinah adalah sebutan untuk ilmu, amal, dan muanayah tauhid hakiki yang menjelaskan sinergi syariat, tarikat, hakikat, dan makrifat dari kalangan khawwasul khawwas yang disampaikan oleh Mursyid, K.H. Undang bin K.H. Sirad bin K.H. Yahya dengan sanad aly sebagai berikut: (1) Nabi Muhammad Rasulullah Saw., (2) Nabi Khidir a.s., (3) Abdul Aziz ad-Dabarq, (4) Abdul Wahab at-Tazi, (5) Ahmad bin Idris, (6) Muhammad Sanusi, (7) Muhammad Mahdi, dan (8) Muhammad Idris.

 

Barangsiapa menghendaki kebaikan bagi dirinya, niscaya dia mengambil jalan kepada Tuhannya. (Q.S. Al-Insan:29)

Copyright © Pusaka Madinah| Peta Situs | Designed by Templateism